Senin, 29 September 2014

makalah pengantar politik Indonesia tentang Kekuasaan



KEKUASAAN
BAB 1
PENDAHULAAN
A. Latar  Belakang Masalah
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok manusia untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai tujuan itu. Maksudnya seseorang mempunyai kemampuan mempengaruhi tingkah laku orang lain atau sekelompok orang berdasarkan kewibawaan, wewenang, karisma atau kekuasaam fisik yang dimiliki.
Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik, Miriam Budiarjo menuliskan bahwa:”Menurut Robert M.   Mac Iver, “Kekuasaan sosial adalah kemapuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. “Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan (Relationship) dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah (the ruler and the ruled), satu pihak yang memberi perintah dan pihak lain yang mematuhi perintah.”
Diantara banyak bentuk kekuasaan, ada satu bentuk kekuasaan yang sangat penting, yaitu kekuasaan politik. Dalam hal ini kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun dengan akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan pemegang kekuasaan itu sendiri.
Diantara konsep politik yang banyak dibahas adalah kekuasaan. Hal ini tidak mengherankan sebab konsep ini sangat krusial dalam ilmu sosial pada umumnya, dan ilmu politik khususnya. Pada suatu ketika politik (politics) dianggap identik dengan kekuasaan, dan kekuasaan dianggap sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan, antara lain membagi sumber-sumber diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dalam makalah ini kelompok II akan membahas tentang “Kekuasaan.”


A. Rumusan Masalah
1.     Mengapa seorang pelaku mempunyai kekuasaan?
2.     Apa arti kekuasaan itu sendiri?
3.     Apa sumber dari kekuasaan?


B.  Tujuan
1.     Untuk mengetahui definisi kekuasaan menurut beberapa ahli
2.     Untuk mengetahui apa saja sumber kekuasaan itu
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kekuasaan
Telah muncul banyak definisi beberapa ahli, seperti W.Connoly (1983) dan S.Lukes (1947) menganggap kekuasaan sebagai suatu konsep yang dipertentangkan (a contesed concept) yang artinya merupakan hal yang tidak dapat dicapai suatu consensus. Perumusan yang umumnya dikenal bahwa kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok manusia untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai tujuan itu. Dalam hal ini pelaku bisa berupa seorang, sekelompok orang, atau suatu kolektivitas. “Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan (Relationship) dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah (the ruler and the ruled), satu pihak yang memberi perintah dan pihak lain yang mematuhi perintah.”

B.  Definisi Kekuasaan Menurut Beberapa Ahli
1.     Max Weber
Dalam bukunya Wirtschaft und Gessellshaft (1992) : kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini.
2.     Harold D.lasswell dan Abraham Kaplan
Yang definisinya sudah menjadi rumusan klasik menyebutkan bahwa kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang atau kelompok lain kearah tujuan dari pihak pertama.
3.     Barbara Goodwin (2003)
Seorang ahli kontemporer, mendefinisikan bahwa kekuasaan adlah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak degan cara yang oleh yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya ia tidak dilinatkan. Dengan kata lain memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.
Biasanya kekuasaan diselenggarakan (exercise of power ) melalui isarat yang jelas. Ini sering dinamakan kekuasaan manifest ( manifest pawer). Namun kadang-kadang isyarat itu tidak ada, misalnya dalam keadaan yang oleh Carl Friedrich dinamakan the rule of anticipated reactions. Perilaku B ditentukan oleh reaksi yang dianttisipasikan jika keingainan A tidak dilakukan oleh B. Bentuk kekuasaan ini sering dinamakan kekuasaan implisit ( implicit power ). Suatu contoh dari kekuasaan manifes ialah jika seseorang polisi menghentikan seseorang pengendara motor karena melanggar peraturan lalu lintas. Contoh dari kekuasaan implisit ialah seorang anak sekolah membatalkan rencana untuk main bola dan memutuskan untuk membuuat pekerjaan rumahnya, karena takut akan dimarahi bapaknya.

C.  Macam-Macam Cara Untuk Menyelenggarakan Kekuasaan
a.      Dengan cara kekerasan fisik (force).
b.     Kekuasaan dapat juga diselenggarakan lewat koersi (coercion), yaitu melalui ancaman akan diadakan sanksi.
c.      Persuasion
Yaitu proses meyakinkan, beragumentasi atau menunjuk pada pendapat seorang ahli.
d.     Memberi ganjaran atau intensif, imbalan atau kompensasi
Suatu contoh dari pemberian imbalan ialah pemerintah yang berupaya untuk mengatasi masalah sampah dapat melakukan sanksi negatif dengan mendenda tiap pelanggar. Akan tetapi karena pengawas terbatas mungkin pemerintah cenderung memberikan sanksi positif misalnya, berupa hadiah keapda Rukun Tetangga yang paling bersih. Kadang hal ini dinamakan sanksi positif.

D. Sumber Kekuasaan
Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan misalnya seorang komandan terhadap anak buahnya atau seorang majikan terhadap pegawainya. Sumber kekuasaan dapat juga pula berupa kekayaan. Misal seorang pengusaha kaya mempunyai kekuasaan atas seorang politikus atau seeorang bawahan yang mempunyai utang yang belum dibayar kembali. Kekuasaan dapat pula bersumber pada kepercayaan atau agama. Dibanyak tempat alim ulama mempunyai kekuasaan terhadap  umatnya, sehingga mareka diaanggap sebagai pemimpin informal yang perlu diperhitungkan dalam proses pembuatan keputusan ditempat itu.
            Kita perlu membedakan dua istilah menyangkut konsep kekuasaan :

1)     Cakupan Kekuasaan ( scoope of power )
Menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang menjadi obyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang direktur perusahaan mempunbyai kekuasaan untuk memecat seorang karyawan (asal sessuai dengan ketentuan-ketntuan yang berlaku), akan tetapi tidak mempunyai kekuasan terhadap karyawan diluar hubungan kerja ini.
2)     Wilayah kekuasan ( domain of power )
Menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku, kelompok organisasi atau kolektivitas yang kena sasaran. Misalnya seorang direktur perusahaan mempunyai kekuasaan atas semua karyawan dalam perusahaan itu,, baik dipusat, maupun yang dicabang- cabang.

v Talcott Parsons
      Seorang sosiolog terkenal Talcoot Parsons, yang cendrung melihat kekuasaan sebagai senjata ynag ampuh untuk mencapai tujuan-tujuan kolektif dengan jalan membuat keputusan-keputusan yang mengikat didukung dengan sanksi negatif.
      Dalam perumusan Talcott Parsons yang diterjemahkan secara bebas, mengatakan :
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif. Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif wajar, terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu.
      Jadi, Parsons melihat segi positif dari kekuasan jika dihubungkan dengan authority dan kemungkinan-kemugkinan. Rencana-rencana dapat terlaksana dengan baik.

E.  Pembagian Kekuasaan Negara Secara Vertikal dan Horizontal
Pembagian kekuasaan dibedakan menjadi pembagian kekuasaan secara vertikal dan pembagian kekuasaan secara horizontal. Pembagian kekuasaan secara vertikal dapat diartikan bahwa kekuasaan dibagi secara teritorial atau wilayah kekuasaan. Sebagai contoh, adanya pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah untuk sebuah negara kesatuan. Sedangkan, pembagian kekuasan secara horizontal dapat diartikan bahwa kekuasaa dibagi menurut fungsi-fungsi tertentu. Sebagai contoh, adanya sebuah badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di negara kesatuan.









Dalam hal pembagian kekuasaan, bentuk negara setidaknya dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu Konfederasi, Negara Kesatuan, dan Negara Federal. Adapun perbandingan antara ketiga bentuk negara tersebut, adalah sebagai berikut :

*     Konfederasi
Menurut L.Oppenheim, adalah beberapa Negara yang berdaulat penuh untuk mempertahankan kemerdakaan ekstern dan intern, bersatu atas dasar perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga negara-negara itu (L. Oppenheim dalam M. Budiadrjo:268). Dari pernyataan tersebut, secara singkat dapat diartikan bahwa konfederasi merupakan kumpulan negara-negara merdeka dan berdaulat, yang bersatu hanya karena satu kepentingan tertentu yanb biasanya terletak di bidang politik luar negero dan pertahanan bersama.

*     Negara Kesatuan
Menurut C. F. Strong, adalah bentuk negara dimana  wewenang legislatif tertinggi  dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat (C. F. Strong dalam M. Budiardjo: 269). Dengan kata lain, kekuasaan atau kedaulatan sepenuhnya ada di pemerintah pusat bukan di pemerintah daerah. Akan tetapi, di sisi lain, pemerintah pusat memiliki wewenang untuk membagi kekuasaan kepada daerah yang kita kenal sebagai hak otonomi atau desentralisasi. Adapun ciri-ciri mutlak Negara Kesatuan, menurut Strong, adalah adanya supremasi dari dewan perwakilan pusat dan tidak adanya badan-badan lainnya yang berdaulat (C. F. Strong dalam M. Budiardjo: 270).










*     Negara Federal
Negara Federal menurut K. C. Wheare, bahwa kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam bidang-bidang tertentu adalah bebas satu sama lain (K. C. Wheare dalam M. Budiardjo: 270). Pernyataan tersebut dapat diartikan, baik negara bagian maupun negara federal memiliki kedaulatan masing-masing. Kedaulatan negara federal adalah mengatur segala hal di luar kedaulatan Negara bagian dan berlaku untuk beberapa negara bagian lainnya. Adapun persyaratan sebuah Negara Federal menurut C. F. Strong, adalah adanya perasaan sebangsa diantara kesatuan-kesatuan politik yang hendak membentuk federasi untuk mengadakan ikatan terbatas (C. F. Strong dalam M. Budiardjo: 271).




























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam suatu hubungan kekuasaan selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain. Jadi, selalu ada hubungan tidak seimbang. Ketidakseimbangan inilah yang sering menimbulkan ketergantungan. Semakin tidak seimbang maka semakin besar pula sifat ketergantungannya.

B.  Saran
Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberi manfaat dan ilmu pengetahuan kepada para pembaca, dan disarankan kepada pembaca untuk mencari referensi yang lebih banyak lagi, baik dari sosial media maupun media yang lain.

























DAFTAR PUSTAKA
Rodee, Carlton clymer dkk, pengantar ilmu politik, Jakarta: PT    Raja Grafindo Persada, 2011.
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007


Tidak ada komentar:

Posting Komentar