1. Macam-Macam Budaya Kalsel (Banjar)
Kata-kata
mitos yang berkembang di masyarakat banjar antara lain :
-
“Kakanakan
pamali bapenanan di bawah barumahan, kaina bisa babisul kapala”
maksudnya “Anak-anak jangan bermain di kolong rumah, nanti bisa tumbuh bisul
dikepalanya. Menurut analisis saya nasehat orang tua dahulu tersebut dapat
dibenarkan karena apabila kita bermain di kolong rumah kepala kita bisa
terpentok atau terkena kolong rumah yang tidak tinggi sehingga akan
mengakibatkan kepala kita sakit dan bisa juga sampai bengkak yang menimbulkan
benjolan pada kepala. Maksud “babisul” pada perkataan orang bahari dapat
diartikan benjolan bengkak yang menimbulkan rasa sakit akibat dari terpentok
kolong rumah.
-
“Urang
batianan sabalum tujuh bulan pamali batatukar barang sagan anaknya”, maksudnya “ orang hamil Jangan belanja
perlengkapan bayi sebelum tujuh bulan.”
Menurut tradisi masyarakat kita,
membeli perlengkapan bayi sebaiknya dilakukan setelah usia kehamilan 7 bulan
(setelah nujuh bulanan). Jika dilakukan sebelum itu, pamali, kata
orangtua. Bila dicermati,ternyata hal itu tidak sepenuhnya
mitos, karena dibalik “kepercayaan” tersebut ada penjelasan
logisnya.
Pertama, untuk menghindari
bertambahnya tekanan/beban mental pada ibu. Maksudnya, bila semua
perlengkapan bayi sudah tersedia jauh-jauh hari lalu terjadi sesuatu yang buruk
pada kehamilan (keguguran, misalnya), tentu si ibu akan merasa sangat
tertekan.
Tapi sebenarnya menyiapkan
perlengkapan bayi dengan cara mencicil sejak awal juga ada manfaatnya, anda
lebih punya banyak waktu untuk memilih barang-barang. Selain itu dengan
menyicil, biaya yang anda keluarkan terasa lebih ‘ringan’. Manfaat
lainnya, jika misalnya bayi Anda lahir premature, semua atau paling tidak
sebagian barang-barang yang diperlukannya telah tersedia.
-
“Pamali nginum sambil badiri”
maksudnya “jangan minum sambil berdiri”. Nasehat tersebut dapat
dibenarkan, karena pada zaman sekarang para ahli dalam bidang kesehatan telah
melakukan penelitian bahwa jika kita minum dalam keadaan berdiri dan
berlangsung dalam jangka yang panjang maka dapat menyebabkan, iritasi sel-sel
kerongkongan yang akan berakumulasi menyebabkan kanker saluran esofagus. Karena
itu kita tidak diperbolehkan minum sambil berdiri karena dapat menimbulkan
penyakit dan merugikan tubuh kita.
-
“Banyu
susu di awak pamali titik ka talinga anak, kaina bisa bacorek talinga anak”
maksudnya “ air susu ibu jangan menetes ke telinga anak, nanti telinga anaknya
terkena penyakit congek”. Faktanya pada zaman sekarang didalam bidang kesehatan
telah dibuktikan bahwa air susu ibu yang masuk dan tergenang di dalam lubang
telinga dapat memicu muculnya kuman-kuman yang akhirnya dapat menyebabkan
gendang telinga bayi terkena infeksi yang menimbulkan penyakit congek. Jadi
dapat kita katakan bahwa nasehat orang tua tersebut bukanlah mitos pada zaman
sekarang.
-
“Pamali guring batingharap”
maksudnya “jangan tidur tengkurap”. Faktanya memang benar bahwa tidur tengkurap
tidak baik untuk kesehatan kita karena tidur dalam posisi tengkurap tidak
praktis untuk pernapasan atau bisa sesak dalam bernafas. Selain itu kalau kita
tidur pada sisi kiri badan (menghadap ke kiri), hal tersebut juga dapat
mengganggu kesehatan kita, karena posisi tidur seperti itu dapat menghimpit
jantung sehingga sirkulasi darah terganggu dan mengurangi pasokan darah ke
otak. Posisi tidur terbaik menurut sains adalah pada sisi kanan tubuh
(menghadap ke kanan). Jadi dapat dibuktikan bahwa nasehat orang tua dulu memang
benar, untuk melarang kita tidur dalam keadaan posisi tengkurap.
2.
a.
Filosofi dari atribut pakaian perkawinan Banjar :
· Pada
pakaian wanita Banjar :
= Bagajah gamulir
baular lulut
-
Mahkota yang di pakai oleh si mempelai
wanita, meliuk dan melilit di kepala dgn bentuk gading gajah dan di
pertemuan kedua belalai terdapat dua kepala ular yg saling bertemu,
melambangkan kekuasaan dan kewibawaan sang pengantin.
-
Hiasan garuda mungkur paksi melambangkan
ketangkasan
-
Bunga mawar melambangkan keberanian
-
Ular lidi melambangkan kecerditan namun
tetap rendah hati
= Baamar Galung Pancar Matahari
-
mahkota
yang di pakai mempelai wanita terdiri dari dua ular yang kemudian juga bertemu di
depan (di dahi) dan ditengah-tengah pertemuan kedua kepala ular ini terdapat
amar atau permata berwarna merah yang terlihat seperti sedang diperebutkan oleh
kedua ular, melambangkan kedua mempelai yg sedang memperebutkan keharmonisan,
maksudnya berebut saling menjaga keharmonisa keluarga.
-
kembang melati yang menguncup untuk
melambangkan kesucian gadis perawan.
-
Halilipan mengandung filosofi sifat
rendah hati sebagaimana serangga lipan yang selalu merayap di tempat rendah
(lantai/tanah).
-
Aksesori penghias rambut terdiri dari
kembang goyang (kambang goyang) dibedakan antara yang berapun (berumpun) dan
tunggal berbentuk melati sebagai lambang kesucian.
-
Filosofi motif halilipan
pada pakaian adalah Melambangkan sifat rendah hati, jujur, tidak akan
mengganggu orang lain kecuali jika diganggu lebih dahulu.
·
Pada pakaian laki-laki Banjar
-
Sabuk berhias air guci dengan motif
lelipan dipakai sebagai simbol kekuasaan dan kemuliaan.
-
tutup kepala dikenakan laung tajak siak,
berbentuk segi tiga Mengikatnya harus mengikuti pola yang berlaku, yaitu lam
jalalah, yang mengacu pada lam alif dalam Al-Qur`an. Fungsinya untuk menolak
bahaya atau maksud-maksud jahat lainnya Baju ini terbuat dari bahan beludru (velvet)
untuk mencerminkan kemewahan.
b.
Filosofi rumah adat Banjar
Pemisahan jenis dan bentuk rumah Banjar
sesuai dengan filsafat dan religi yang bersumber pada kepercayaan Kaharingan
pada suku Dayak bahwa alam semesta yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu alam
atas dan alam bawah. Rumah Bubungan Tinggi merupakan lambang mikrokosmos dalam
makrokosmos yang besar. Penghuni seakan-akan tinggal di bagian dunia tengah
yang diapit oleh dunia atas dan dunia bawah.
Di
rumah mereka hidup dalam keluarga besar, sedang kesatuan dari dunia atas dan
dunia bawah melambangkan Mahatala dan Jata (suami dan isteri). Rumah Bubungan Tinggi
melambangkan berpadunya dunia atas dan dunia bawah.
· Filosofis
berdasarkan bentuk rumah adat Banjar:
1. Dwitunggal
Semesta
Pada
peradaban agraris, rumah dianggap keramat karena dianggap sebagai tempat
bersemayam secara ghaib oleh para dewata seperti pada rumah Balai suku Dayak
Bukit yang berfungsi sebagai rumah ritual.
Pada masa Kerajaan Negara Dipa sosok
nenek moyang diwujudkan dalam bentuk patung pria dan wanita yang disembah dan
ditempatkan dalam istana. Pemujaan arwah nenek moyang yang berwujud pemujaan
Maharaja Suryanata dan Puteri Junjung Buih merupakan simbol perkawinan
(persatuan) alam atas dan alam bawah Kosmogoni Kaharingan-Hindu.
Suryanata sebagai manifestasi dewa
Matahari (Surya) dari unsur kepercayaan Kaharingan-Hindu, matahari yang menjadi
orientasi karena terbit dari ufuk timur
selalu dinantikan kehadirannya sebagai sumber kehidupan, sedangkan
Puteri Junjung Buih berupa lambang air, sekaligus lambang kesuburan tanah
berfungsi sebagai Dewi Sri di Jawa.
Pada
masa tumbuhnya kerajaan Hindu, istana raja merupakan citra kekuasaan bahkan
dianggap ungkapan berkat dewata sebagai pengejawantahan lambang Kosmos Makro ke
dalam Kosmos Mikro. Puteri Junjung Buih sebagai perlambang "dunia
Bawah" sedangkan Pangeran Suryanata perlambang "dunia atas".
Pada arsitektur Rumah Bubungan Tinggi pengaruh unsur-unsur tersebut masih dapat
ditemukan. Bentuk ukiran naga yang tersamar/didestilir (bananagaan)
melambangkan "alam bawah" sedangkan ukiran burung enggang
melambangkan "alam atas".
2. Pohon
Hayat
Wujud
bentuk rumah Banjar Bubungan Tinggi dengan atapnya yang menjulang ke atas
merupakan citra dasar dari sebuah "pohon hayat" yang merupakan
lambang kosmis. Pohon Hayat merupakan pencerminan dimensi-dimensi dari satu
kesatuan semesta.
Ukiran
tumbuh-tumbuhan yang subur pada Tawing Halat (Seketeng) merupakan perwujudan
filosofi "pohon kehidupan" yang oleh orang Dayak disebut Batang
Garing dalam kepercayaan Kaharingan yang pernah dahulu berkembang dalam
kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan pada periode sebelumnya.
3. Payung
Wujud
bentuk rumah Banjar Bubungan Tinggi dengan atapnya yang menjulang ke atas
merupakan sebuah citra dasar sebuah payung yang menunjukkan suatu orientasi
kekuasaan ke atas. Payung juga menjadi perlambang kebangsawanan yang biasa
menggunakan "payung kuning" sebagai perangkat kerajaan. Payung kuning
sebagai tanda-tanda kemartabatan kerajaan Banjar diberikan kepada para pejabat
kerajaan di suatu daerah.
4. Simetris
Wujud
bentuk rumah Banjar Bubungan Tinggi yang simetris, terlihat pada bentuk sayap
bangunan atau anjung yang terdiri atas Anjung Kanan dan Anjung Kiwa. Hal ini
berkaitan dengan filosofi simetris (seimbang) dalam pemerintahan Kerajaan
Banjar, yang membagi kementerian, menjadi Mantri Panganan (Kelompok Menteri
Kanan) dan Mantri Pangiwa (Kelompok Menteri Kiri), masing-masing terdiri atas 4
menteri, Mantri Panganan bergelar 'Patih' dan Mantri Pangiwa bergelar 'Sang',
tiap-tiang menteri memiliki pasukan masing-masing. Konsep simetris ini
tercermin pada rumah bubungan tinggi.
5. Kepala-Badan-Kaki
Bentuk
rumah Bubungan Tinggi diibaratkan tubuh manusia terbagi menjadi 3 bagian secara
vertikal yaitu kepala, badan dan kaki. Sedangkan anjung diibaratkan sebagai
tangan kanan dan tangan kiri yaitu anjung kanan dan anjung kiwa (kiri).
· Filosofis
berdasarkan tata nilai ruang dalam rumah adat Banjar:
Pada
rumah Banjar Bubungan Tinggi (istana) terdapat ruang Semi Publik yaitu Serambi
atau surambi yang berjenjang letaknya secara kronologis terdiri dari surambi
muka, surambi sambutan, dan terakhir surambi Pamedangan sebelum memasuki pintu
utama (Lawang Hadapan) pada dinding depan (Tawing Hadapan ) yang diukir dengan
indah.
Setelah
memasuki Pintu utama akan memasuki ruang Semi Private. Pengunjung kembali
menapaki lantai yang berjenjang terdiri dari Panampik Kacil di bawah, Panampik
Tangah di tengah dan Panampik Basar di atas pada depan Tawing Halat atau
"dinding tengah" yang menunjukkan adanya tata nilai ruang yang
hierarkis.
Ruang
Panampik Kecil tempat bagi anak-anak, ruang Panampik Tangah sebagai tempat
orang-orang biasa atau para pemuda dan yang paling utama adalah ruang Panampik
Basar yang diperuntukkan untuk tokoh-tokoh masyarakat, hanya orang yang
berpengetahuan luas dan terpandang saja yang berani duduk di area tersebut. Hal
ini menunjukkan adanya suatu tata krama sekaligus mencerminkan adanya pelapisan
sosial masyarakat Banjar tempo dulu yang terdiri dari lapisan atas adalah
golongan berdarah biru disebut Tutus Raja (bangsawan) dan lapisan bawah adalah
golongan Jaba (rakyat) serta diantara keduanya adalah golongan rakyat biasa
yang telah mendapatkan jabatan-jabatan dalam Kerajaan beserta kaum hartawan.
· Tawing
Halat atau Seketeng
Ruang
dalam rumah Banjar Bubungan Tinggi terbagi menjadi ruang yang bersifat private
dan semi private. Diantara ruang Panampik Basar yang bersifat semi private
dengan ruang Palidangan yang bersifat private dipisahkan oleh Tawing Halat
artinya "dinding pemisah", kalau di daerah Jawa disebut Seketeng.
Jika
ada selamatan maupun menyampir (nanggap) Wayang Kulit Banjar maka pada Tawing
Halat ini bagian tengahnya dapat dibuka sehingga seolah-olah suatu garis
pemisah transparan antara dua dunia (luar dan dalam) menjadi terbuka. Ketika
dilaksanakan "wayang sampir" maka Tawing Halat yang menjadi pembatas
antara "dalam" (Palidangan) dan luar (Paluaran/Panampik Basar)
menjadi terbuka. Raja dan keluarganya serta dalang berada pada area
"dalam" menyaksikan anak wayang dalam wujud aslinya sedangkan para
penonton berada di area "luar" menyaksikan wayang dalam bentuk
bayang-bayang.
· Denah
Cacak Burung
Denah
Rumah Banjar Bubungan Tinggi berbentuk "tanda tambah" yang merupakan
perpotongan dari poros-poros bangunan yaitu dari arah muka ke belakang dan dari
arah kanan ke kiri yang membentuk pola denah Cacak Burung yang sakral. Di
tengah-tengahnya tepat berada di bawah konstruksi rangka Sangga Ribut di bawah
atap Bubungan Tinggi adalah Ruang Palidangan yang merupakan titik perpotongan
poros-poros tersebut.
Secara
kosmologis maka disinilah bagian paling utama dari Rumah Banjar Bubungan
Tinggi. Begitu pentingnya bagian ini cukup diwakili dengan penampilan Tawing
Halat (dinding tengah) yang penuh ukiran-ukiran (Pohon Hayat) yang subur
makmur. Tawing Halat menjadi fokus perhatian dan menjadi area yang terhormat.
Tawing Halat melindungi area "dalam" yang merupakan titik pusat
bangunan yaitu ruang Palidangan (Panampik Panangah).
c.
Filosofi Adat-istiadat Banjar
- Upacara
badudus (bamandi-mandi)
Badudus
juga dikenal dengan sebutan bapapai atau bamandi-mandi. Secara umum filosofi
yang terkandung dalam pelaksanaan ritual badudus adalah kebersihan jiwa dan
raga dari segala penyakit, baik lahir maupun batin. Sedangkan secara lebih
khusus, berikut filosofi yang terkandung dalam peralatan ritual badudus :
1. Baras
putih bersih, melambangkan citra rezeki yang halal.
2. Pisau
yang tajam dan berhulu padat, melambangkan citra wibawa yang kharismatik, dan
berpegang kepada keyakinan yang teguh.
3. Nyiur
dan gula habang (gula merah), melambangkan bahasa dan tata laku persaudaraan.
4. Telur
ayam, melambangkan harapan dan kekuatan generasi.
5. Jarum
dan benang, melambangkan kesediaan menelusuri dan menyulam masa depan.
6. Ritual
bacarmin,yang dilakukan secara bergantian atau berputar sebanyak tujuh kali
putaran sebagai simbol tujuh lapis langit, melambangkan manusia harus selalu
berkaca atau introspeksi diri.
-
Baayun Mulud
Baayun Anak atau Baayun Mulud adalah proses budaya
yang menjadi salah satu simbol kearifan dakwah ulama Banjar dalam mendialogkan
makna hakiki ajaran agama dengan budaya masyarakat Banjar. Pelaksanaan
upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak, yang kemudian berpadu dengan kebudayaan
Islam, mengandung filosofi sebagai berikut:
a.
Meneladani dan mengambil berkah atas keluhuran dan
kemuliaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad.
b.
Wujud nyata kearifan lokal dalam menterjemahkan hadits
dan perintah Nabi untuk menuntut ilmu sejak dari buaian (ayunan). Ilmu yang
dituntut adalah ilmu yang telah dianjurkan oleh Nabi, yakni mencakup ilmu dunia
dan ilmu akhirat.
c. Dalam
pelaksanaan upacara ini terkandung harapan agar si anak yang diayun selalu
mendapat kebaikan dalam menempuh kehidupan yang selanjutnya.
d. Sebagai
bentuk pelestarian tradisi leluhur namun dengan tetap menjaga nilai-nilai
keislaman.
e. Sebagai
salah satu upaya untuk mewariskan dan mengenalkan tradisi urang Banjar kepada
generasi muda penerus bangsa.
berikut filosofi yang
terkandung dalam peralatan baayun mulud :
·
beras dimaksudkan agar paras muka si
anak menjadi lebih rupawan.
·
kelapa dan gula memuat maksud supaya tutur
kata si anak menjadi halus dan senantiasa berkata-kata manis (baik).
·
garam dengan harapan agar pembawaan si anak
menjadi berwibawa dan
·
minyak goreng (bagi anak perempuan) ditujukan
supaya si anak menjadi orang yang peka terhadap sekitarnya.
-
Batasmiah
Batasmiah adalah suatu prosesi ritual adat banjar dalam memberian nama pada
bayi yang baru lahir.setelah selesai pemberian nama, dilaksanakan prosesi yang
diberi nama “mengecap rasa” yang terdiri dari garam, gula, air santan dan kurma
yang dijadikan alat atau simbol pengecap rasa untuk sang bayi.
Filosofi
yang terkandung dalam prosesi mengecap rasa, yaitu:
a.
mengecap rasa
asin garam, maka sang bayi nantinya diharapkan ketika besar, ucapannya dapat
didengar oleh orang lain atau kata-kata “masin” (bahasa banjar) dalam bahasa indonesia
diartikan berwibawa.
b.
sedangkan makna dari “gula” adalah manis, dengan
mengecap rasa manis dimaksudkan agar sang bayi ketika dewasa manis parasnya,
manis dalam bahasa indonesia bisa diartikan baik budi pekertinya.
c.
adapun makna dari “santan” kelapa adalah ketika dewasa
nanti sang bayi akan “berisi” ilmu yang bermanfaat dan keberadaannya juga
bermanfaat bagi orang lain.
d.
kemudian makna
dari kurma adalah dengan mengecap “kurma” diharapkan nantinya sang bayi bisa
memakan langsung buah kurma dari pohonnya yang ada di mekah dan madinah.
-
Tampung
tawar
upacara tepuk tepung tawar, upacara
ini menyertai berbagai peristiwa penting dalam masyarakat banjar, seperti
kelahiran, khitanan, perkawaninan, pintu rumah dan lain-lain. Tepung
Tawar artinya untuk menghapuskan atau membuang segala penyakit. Sumber lain
menyebutkan tepung tawar dilakukan sebagai perlambangan mencurahkan rasa
kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas keberhasilan atau hajat seseorang. Adapun
peralatan atau kelengkapan tepung tawar yang digunakan oleh masyarakat Melayu
secara garis besar terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu :
a.
Ramuan penabur
Di atas wadah terletak sepiring beras putih, sepiring beras kuning,
sepiring bertih dan sepiring tepung beras, yang mengandung filosofi sebagai
berikut :
- Beras putih = kesuburan dan pembasuh diri dari yang kotor.
- Beras Kuning = kemuliaan, kesungguhan dan keagungan.
- Bertih = perkembangan, perlambang rezeki yang tumbuh dari bumi dan dari
langit.
- Bunga
Rampai = Melambangkan wanginya persahabatan, manisnya persaudaraan, dan
harumnya keakraban.
- Tepung beras = kebersihan hati.
- Arti keseluruhan dari bahan-bahan di atas adalah kebahagiaan.
b.
Ramuan rinjisan
Sebuah mangkuk putih (kalau dulu tempurung kelapa puan) berisi air biasa,
segenggam beras putih dan sebuah jeruk purut yang telah di iris-iris. Di dalam
mangkuk tersebut juga diletakkan sebuah ikatan daun-daunan yang terdiri dari 7
macam daun, yaitu :
·
Daun Kalinjuhang/jenjuang (tumbuhan berdaun panjang
lebar berwarna merah),
·
Tangkai pohon pepulut/setawar (tumbuh-tumbuhan berdaun
tebal bercabang),
·
Daun Gandarusa (tumbuhan berdaun tipis berbentuk
lonjong),
·
Daun ribu-ribu (Tumbuhan melata berdaun kecil
bercanggah),
·
Daun
Keduduk/Senduduk,
·
Daun sedingin, Daun ini bermakna akan memberikan kesejukan,ketengan
dan kesehatan.
·
Pohon sembau
dengan akarnya.
ketujuh
macam tumbuhan tersebut diatas mengandung filosofi suatu seruan atau do'a tanpa
suara untuk kesempurnaan orang yang ditepung tawari. Ketujuh daun tersebut
diikat dengan akar atau benang jadi satu berkas kecil sebagai rinjisan. Adapun
filosofi dari bahan-bahan di atas adalah sebagai berikut :
·
Mangkuk putih berisi air putih bermakna kejernihan.
·
Beras atau bedak beras. Dibuat dari tepung beras yang
diadun bersama larutan wewangian alami dari tumbuh-tumbuhan yang mempunyai
makna sebagai pendingin, peneduh kalbu, dan kesuburan.
·
Limau purut yang diiris tipis, yang mempunyai makna
sebagai pemberi kekuatan dan kesabaran sekaligus membersihkan.
Jadi, secara keseluruhan diartikan sebagai Keselamatan
dan Kebahagiaan.
c. Perdupaan
Perdupaan dengan kemenyan atau setanggi yang dibakar mengandung filosofi pemujaan
atau doa kepada Yang Maha Kuasa agar permintaan dimaksud dapat restu atau
terkabul hendaknya. Perdupaan ini sangat jarang dilakukan pada upacara tepung
tawar yang ada sekarang ini.
By : Hairina Wasliah