Senin, 26 Mei 2014

Serba-Serbi Budaya Banjar (Kalimantan Selatan)



1.   Macam-Macam Budaya Kalsel (Banjar)
 
  Kata-kata mitos yang berkembang di masyarakat banjar antara lain :
-        “Kakanakan pamali bapenanan di bawah barumahan, kaina bisa babisul kapala” maksudnya “Anak-anak jangan bermain di kolong rumah, nanti bisa tumbuh bisul dikepalanya. Menurut analisis saya nasehat orang tua dahulu tersebut dapat dibenarkan karena apabila kita bermain di kolong rumah kepala kita bisa terpentok atau terkena kolong rumah yang tidak tinggi sehingga akan mengakibatkan kepala kita sakit dan bisa juga sampai bengkak yang menimbulkan benjolan pada kepala. Maksud “babisul” pada perkataan orang bahari dapat diartikan benjolan bengkak yang menimbulkan rasa sakit akibat dari terpentok kolong rumah.
-        “Urang batianan sabalum tujuh bulan pamali batatukar barang sagan anaknya”, maksudnya “ orang hamil Jangan belanja perlengkapan bayi sebelum tujuh bulan.”
Menurut tradisi masyarakat kita, membeli perlengkapan bayi sebaiknya dilakukan setelah usia kehamilan 7 bulan (setelah nujuh bulanan).  Jika dilakukan sebelum itu, pamali, kata orangtua.  Bila dicermati,ternyata hal itu tidak sepenuhnya mitos, karena dibalik “kepercayaan” tersebut ada penjelasan logisnya. 
Pertama, untuk menghindari bertambahnya tekanan/beban mental pada ibu.  Maksudnya, bila semua perlengkapan bayi sudah tersedia jauh-jauh hari lalu terjadi sesuatu yang buruk pada kehamilan (keguguran, misalnya), tentu si ibu akan merasa sangat tertekan. 
Tapi sebenarnya menyiapkan perlengkapan bayi dengan cara mencicil sejak awal juga ada manfaatnya, anda lebih punya banyak waktu untuk memilih barang-barang.  Selain itu dengan menyicil, biaya yang anda keluarkan terasa lebih ‘ringan’.   Manfaat lainnya, jika misalnya bayi Anda lahir premature, semua atau paling tidak sebagian barang-barang yang diperlukannya telah tersedia. 
-        Pamali nginum sambil badiri” maksudnya “jangan minum sambil berdiri”. Nasehat tersebut dapat dibenarkan, karena pada zaman sekarang para ahli dalam bidang kesehatan telah melakukan penelitian bahwa jika kita minum dalam keadaan berdiri dan berlangsung dalam jangka yang panjang maka dapat menyebabkan, iritasi sel-sel kerongkongan yang akan berakumulasi menyebabkan kanker saluran esofagus. Karena itu kita tidak diperbolehkan minum sambil berdiri karena dapat menimbulkan penyakit dan merugikan tubuh kita.
-        “Banyu susu di awak pamali titik ka talinga anak, kaina bisa bacorek talinga anak” maksudnya “ air susu ibu jangan menetes ke telinga anak, nanti telinga anaknya terkena penyakit congek”. Faktanya pada zaman sekarang didalam bidang kesehatan telah dibuktikan bahwa air susu ibu yang masuk dan tergenang di dalam lubang telinga dapat memicu muculnya kuman-kuman yang akhirnya dapat menyebabkan gendang telinga bayi terkena infeksi yang menimbulkan penyakit congek. Jadi dapat kita katakan bahwa nasehat orang tua tersebut bukanlah mitos pada zaman sekarang.
-        Pamali guring batingharap” maksudnya “jangan tidur tengkurap”. Faktanya memang benar bahwa tidur tengkurap tidak baik untuk kesehatan kita karena tidur dalam posisi tengkurap tidak praktis untuk pernapasan atau bisa sesak dalam bernafas. Selain itu kalau kita tidur pada sisi kiri badan (menghadap ke kiri), hal tersebut juga dapat mengganggu kesehatan kita, karena posisi tidur seperti itu dapat menghimpit jantung sehingga sirkulasi darah terganggu dan mengurangi pasokan darah ke otak. Posisi tidur terbaik menurut sains adalah pada sisi kanan tubuh (menghadap ke kanan). Jadi dapat dibuktikan bahwa nasehat orang tua dulu memang benar, untuk melarang kita tidur dalam keadaan posisi tengkurap.

2.     a. Filosofi dari atribut pakaian perkawinan Banjar :
·       Pada pakaian wanita Banjar :
= Bagajah gamulir baular lulut
-        Mahkota yang di pakai oleh si mempelai wanita, meliuk dan melilit di kepala dgn  bentuk gading gajah dan di pertemuan kedua belalai terdapat dua kepala ular yg saling bertemu, melambangkan kekuasaan dan kewibawaan sang pengantin.
-        Hiasan garuda mungkur paksi melambangkan ketangkasan
-        Bunga mawar melambangkan keberanian
-        Ular lidi melambangkan kecerditan namun tetap rendah hati
= Baamar Galung Pancar Matahari
-         mahkota yang di pakai mempelai wanita terdiri dari dua ular yang kemudian juga bertemu di depan (di dahi) dan ditengah-tengah pertemuan kedua kepala ular ini terdapat amar atau permata berwarna merah yang terlihat seperti sedang diperebutkan oleh kedua ular, melambangkan kedua mempelai yg sedang memperebutkan keharmonisan, maksudnya berebut saling menjaga keharmonisa keluarga.
-        kembang melati yang menguncup untuk melambangkan kesucian gadis perawan.
-        Halilipan mengandung filosofi sifat rendah hati sebagaimana serangga lipan yang selalu merayap di tempat rendah (lantai/tanah).
-        Aksesori penghias rambut terdiri dari kembang goyang (kambang goyang) dibedakan antara yang berapun (berumpun) dan tunggal berbentuk melati sebagai lambang kesucian.
-        Filosofi motif halilipan pada pakaian adalah Melambangkan sifat rendah hati, jujur, tidak akan mengganggu orang lain kecuali jika diganggu lebih dahulu.
·       Pada pakaian laki-laki Banjar
-        Sabuk berhias air guci dengan motif lelipan dipakai sebagai simbol kekuasaan dan kemuliaan.
-        tutup kepala dikenakan laung tajak siak, berbentuk segi tiga Mengikatnya harus mengikuti pola yang berlaku, yaitu lam jalalah, yang mengacu pada lam alif dalam Al-Qur`an. Fungsinya untuk menolak bahaya atau maksud-maksud jahat lainnya Baju ini terbuat dari bahan beludru (velvet) untuk mencerminkan kemewahan.
b. Filosofi rumah adat Banjar
Pemisahan jenis dan bentuk rumah Banjar sesuai dengan filsafat dan religi yang bersumber pada kepercayaan Kaharingan pada suku Dayak bahwa alam semesta yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu alam atas dan alam bawah. Rumah Bubungan Tinggi merupakan lambang mikrokosmos dalam makrokosmos yang besar. Penghuni seakan-akan tinggal di bagian dunia tengah yang diapit oleh dunia atas dan dunia bawah.
Di rumah mereka hidup dalam keluarga besar, sedang kesatuan dari dunia atas dan dunia bawah melambangkan Mahatala dan Jata (suami dan isteri). Rumah Bubungan Tinggi melambangkan berpadunya dunia atas dan dunia bawah.
·       Filosofis berdasarkan bentuk rumah adat Banjar:
1.     Dwitunggal Semesta
Pada peradaban agraris, rumah dianggap keramat karena dianggap sebagai tempat bersemayam secara ghaib oleh para dewata seperti pada rumah Balai suku Dayak Bukit yang berfungsi sebagai rumah ritual.
Pada masa Kerajaan Negara Dipa sosok nenek moyang diwujudkan dalam bentuk patung pria dan wanita yang disembah dan ditempatkan dalam istana. Pemujaan arwah nenek moyang yang berwujud pemujaan Maharaja Suryanata dan Puteri Junjung Buih merupakan simbol perkawinan (persatuan) alam atas dan alam bawah Kosmogoni Kaharingan-Hindu.
Suryanata sebagai manifestasi dewa Matahari (Surya) dari unsur kepercayaan Kaharingan-Hindu, matahari yang menjadi orientasi karena terbit dari ufuk timur  selalu dinantikan kehadirannya sebagai sumber kehidupan, sedangkan Puteri Junjung Buih berupa lambang air, sekaligus lambang kesuburan tanah berfungsi sebagai Dewi Sri di Jawa.
Pada masa tumbuhnya kerajaan Hindu, istana raja merupakan citra kekuasaan bahkan dianggap ungkapan berkat dewata sebagai pengejawantahan lambang Kosmos Makro ke dalam Kosmos Mikro. Puteri Junjung Buih sebagai perlambang "dunia Bawah" sedangkan Pangeran Suryanata perlambang "dunia atas". Pada arsitektur Rumah Bubungan Tinggi pengaruh unsur-unsur tersebut masih dapat ditemukan. Bentuk ukiran naga yang tersamar/didestilir (bananagaan) melambangkan "alam bawah" sedangkan ukiran burung enggang melambangkan "alam atas".
2.     Pohon Hayat
Wujud bentuk rumah Banjar Bubungan Tinggi dengan atapnya yang menjulang ke atas merupakan citra dasar dari sebuah "pohon hayat" yang merupakan lambang kosmis. Pohon Hayat merupakan pencerminan dimensi-dimensi dari satu kesatuan semesta.
Ukiran tumbuh-tumbuhan yang subur pada Tawing Halat (Seketeng) merupakan perwujudan filosofi "pohon kehidupan" yang oleh orang Dayak disebut Batang Garing dalam kepercayaan Kaharingan yang pernah dahulu berkembang dalam kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan pada periode sebelumnya.
3.     Payung
Wujud bentuk rumah Banjar Bubungan Tinggi dengan atapnya yang menjulang ke atas merupakan sebuah citra dasar sebuah payung yang menunjukkan suatu orientasi kekuasaan ke atas. Payung juga menjadi perlambang kebangsawanan yang biasa menggunakan "payung kuning" sebagai perangkat kerajaan. Payung kuning sebagai tanda-tanda kemartabatan kerajaan Banjar diberikan kepada para pejabat kerajaan di suatu daerah.
4.     Simetris
Wujud bentuk rumah Banjar Bubungan Tinggi yang simetris, terlihat pada bentuk sayap bangunan atau anjung yang terdiri atas Anjung Kanan dan Anjung Kiwa. Hal ini berkaitan dengan filosofi simetris (seimbang) dalam pemerintahan Kerajaan Banjar, yang membagi kementerian, menjadi Mantri Panganan (Kelompok Menteri Kanan) dan Mantri Pangiwa (Kelompok Menteri Kiri), masing-masing terdiri atas 4 menteri, Mantri Panganan bergelar 'Patih' dan Mantri Pangiwa bergelar 'Sang', tiap-tiang menteri memiliki pasukan masing-masing. Konsep simetris ini tercermin pada rumah bubungan tinggi.

5.     Kepala-Badan-Kaki
Bentuk rumah Bubungan Tinggi diibaratkan tubuh manusia terbagi menjadi 3 bagian secara vertikal yaitu kepala, badan dan kaki. Sedangkan anjung diibaratkan sebagai tangan kanan dan tangan kiri yaitu anjung kanan dan anjung kiwa (kiri).

·       Filosofis berdasarkan tata nilai ruang dalam rumah adat Banjar:
Pada rumah Banjar Bubungan Tinggi (istana) terdapat ruang Semi Publik yaitu Serambi atau surambi yang berjenjang letaknya secara kronologis terdiri dari surambi muka, surambi sambutan, dan terakhir surambi Pamedangan sebelum memasuki pintu utama (Lawang Hadapan) pada dinding depan (Tawing Hadapan ) yang diukir dengan indah.
Setelah memasuki Pintu utama akan memasuki ruang Semi Private. Pengunjung kembali menapaki lantai yang berjenjang terdiri dari Panampik Kacil di bawah, Panampik Tangah di tengah dan Panampik Basar di atas pada depan Tawing Halat atau "dinding tengah" yang menunjukkan adanya tata nilai ruang yang hierarkis.
Ruang Panampik Kecil tempat bagi anak-anak, ruang Panampik Tangah sebagai tempat orang-orang biasa atau para pemuda dan yang paling utama adalah ruang Panampik Basar yang diperuntukkan untuk tokoh-tokoh masyarakat, hanya orang yang berpengetahuan luas dan terpandang saja yang berani duduk di area tersebut. Hal ini menunjukkan adanya suatu tata krama sekaligus mencerminkan adanya pelapisan sosial masyarakat Banjar tempo dulu yang terdiri dari lapisan atas adalah golongan berdarah biru disebut Tutus Raja (bangsawan) dan lapisan bawah adalah golongan Jaba (rakyat) serta diantara keduanya adalah golongan rakyat biasa yang telah mendapatkan jabatan-jabatan dalam Kerajaan beserta kaum hartawan.
·       Tawing Halat atau Seketeng
Ruang dalam rumah Banjar Bubungan Tinggi terbagi menjadi ruang yang bersifat private dan semi private. Diantara ruang Panampik Basar yang bersifat semi private dengan ruang Palidangan yang bersifat private dipisahkan oleh Tawing Halat artinya "dinding pemisah", kalau di daerah Jawa disebut Seketeng.
Jika ada selamatan maupun menyampir (nanggap) Wayang Kulit Banjar maka pada Tawing Halat ini bagian tengahnya dapat dibuka sehingga seolah-olah suatu garis pemisah transparan antara dua dunia (luar dan dalam) menjadi terbuka. Ketika dilaksanakan "wayang sampir" maka Tawing Halat yang menjadi pembatas antara "dalam" (Palidangan) dan luar (Paluaran/Panampik Basar) menjadi terbuka. Raja dan keluarganya serta dalang berada pada area "dalam" menyaksikan anak wayang dalam wujud aslinya sedangkan para penonton berada di area "luar" menyaksikan wayang dalam bentuk bayang-bayang.
·       Denah Cacak Burung
Denah Rumah Banjar Bubungan Tinggi berbentuk "tanda tambah" yang merupakan perpotongan dari poros-poros bangunan yaitu dari arah muka ke belakang dan dari arah kanan ke kiri yang membentuk pola denah Cacak Burung yang sakral. Di tengah-tengahnya tepat berada di bawah konstruksi rangka Sangga Ribut di bawah atap Bubungan Tinggi adalah Ruang Palidangan yang merupakan titik perpotongan poros-poros tersebut.
Secara kosmologis maka disinilah bagian paling utama dari Rumah Banjar Bubungan Tinggi. Begitu pentingnya bagian ini cukup diwakili dengan penampilan Tawing Halat (dinding tengah) yang penuh ukiran-ukiran (Pohon Hayat) yang subur makmur. Tawing Halat menjadi fokus perhatian dan menjadi area yang terhormat. Tawing Halat melindungi area "dalam" yang merupakan titik pusat bangunan yaitu ruang Palidangan (Panampik Panangah).
c. Filosofi Adat-istiadat Banjar
-  Upacara badudus (bamandi-mandi)
Badudus juga dikenal dengan sebutan bapapai atau bamandi-mandi. Secara umum filosofi yang terkandung dalam pelaksanaan ritual badudus adalah kebersihan jiwa dan raga dari segala penyakit, baik lahir maupun batin. Sedangkan secara lebih khusus, berikut filosofi yang terkandung dalam peralatan ritual badudus :
1.     Baras putih bersih, melambangkan citra rezeki yang halal.
2.     Pisau yang tajam dan berhulu padat, melambangkan citra wibawa yang kharismatik, dan berpegang kepada keyakinan yang teguh.
3.     Nyiur dan gula habang (gula merah), melambangkan bahasa dan tata laku persaudaraan.
4.     Telur ayam, melambangkan harapan dan kekuatan generasi.
5.     Jarum dan benang, melambangkan kesediaan menelusuri dan menyulam masa depan.
6.     Ritual bacarmin,yang dilakukan secara bergantian atau berputar sebanyak tujuh kali putaran sebagai simbol tujuh lapis langit, melambangkan manusia harus selalu berkaca atau introspeksi diri.
-        Baayun Mulud
Baayun Anak atau Baayun Mulud adalah proses budaya yang menjadi salah satu simbol kearifan dakwah ulama Banjar dalam mendialogkan makna hakiki ajaran agama dengan budaya masyarakat Banjar. Pelaksanaan upacara Baayun Mulud atau Baayun Anak, yang kemudian berpadu dengan kebudayaan Islam, mengandung filosofi sebagai berikut:
a.      Meneladani dan mengambil berkah atas keluhuran dan kemuliaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad.
b.     Wujud nyata kearifan lokal dalam menterjemahkan hadits dan perintah Nabi untuk menuntut ilmu sejak dari buaian (ayunan). Ilmu yang dituntut adalah ilmu yang telah dianjurkan oleh Nabi, yakni mencakup ilmu dunia dan ilmu akhirat.
c.      Dalam pelaksanaan upacara ini terkandung harapan agar si anak yang diayun selalu mendapat kebaikan dalam menempuh kehidupan yang selanjutnya.
d.     Sebagai bentuk pelestarian tradisi leluhur namun dengan tetap menjaga nilai-nilai keislaman.
e.      Sebagai salah satu upaya untuk mewariskan dan mengenalkan tradisi urang Banjar kepada generasi muda penerus bangsa.
berikut filosofi yang terkandung dalam peralatan baayun mulud :
·       beras dimaksudkan agar paras muka si anak menjadi lebih rupawan.
·        kelapa dan gula memuat maksud supaya tutur kata si anak menjadi halus dan senantiasa berkata-kata manis (baik).
·        garam dengan harapan agar pembawaan si anak menjadi berwibawa dan
·        minyak goreng (bagi anak perempuan) ditujukan supaya si anak menjadi orang yang peka terhadap sekitarnya.
-        Batasmiah
Batasmiah adalah suatu prosesi ritual adat banjar dalam memberian nama pada bayi yang baru lahir.setelah selesai pemberian nama, dilaksanakan prosesi yang diberi nama “mengecap rasa” yang terdiri dari garam, gula, air santan dan kurma yang dijadikan alat atau simbol pengecap rasa untuk sang bayi.
Filosofi yang terkandung dalam prosesi mengecap rasa, yaitu:
a.       mengecap rasa asin garam, maka sang bayi nantinya diharapkan ketika besar, ucapannya dapat didengar oleh orang lain atau kata-kata “masin” (bahasa banjar) dalam bahasa indonesia diartikan berwibawa.
b.     sedangkan makna dari “gula” adalah manis, dengan mengecap rasa manis dimaksudkan agar sang bayi ketika dewasa manis parasnya, manis dalam bahasa indonesia bisa diartikan baik budi pekertinya.
c.      adapun makna dari “santan” kelapa adalah ketika dewasa nanti sang bayi akan “berisi” ilmu yang bermanfaat dan keberadaannya juga bermanfaat bagi orang lain.
d.      kemudian makna dari kurma adalah dengan mengecap “kurma” diharapkan nantinya sang bayi bisa memakan langsung buah kurma dari pohonnya yang ada di mekah dan madinah.
-        Tampung tawar
upacara tepuk tepung tawar, upacara ini menyertai berbagai peristiwa penting dalam masyarakat banjar, seperti kelahiran, khitanan, perkawaninan, pintu rumah dan lain-lain. Tepung Tawar artinya untuk menghapuskan atau membuang segala penyakit. Sumber lain menyebutkan tepung tawar dilakukan sebagai perlambangan mencurahkan rasa kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas keberhasilan atau hajat seseorang. Adapun peralatan atau kelengkapan tepung tawar yang digunakan oleh masyarakat Melayu secara garis besar terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu :
a.      Ramuan penabur
Di atas wadah terletak sepiring beras putih, sepiring beras kuning, sepiring bertih dan sepiring tepung beras, yang mengandung filosofi sebagai berikut :
- Beras putih = kesuburan dan pembasuh diri dari yang kotor.
- Beras Kuning = kemuliaan, kesungguhan dan keagungan.
- Bertih = perkembangan, perlambang rezeki yang tumbuh dari bumi dan dari langit.
- Bunga Rampai = Melambangkan wanginya persahabatan, manisnya persaudaraan, dan harumnya keakraban.
- Tepung beras = kebersihan hati.
- Arti keseluruhan dari bahan-bahan di atas adalah kebahagiaan.
b.  Ramuan rinjisan
Sebuah mangkuk putih (kalau dulu tempurung kelapa puan) berisi air biasa, segenggam beras putih dan sebuah jeruk purut yang telah di iris-iris. Di dalam mangkuk tersebut juga diletakkan sebuah ikatan daun-daunan yang terdiri dari 7 macam daun, yaitu :
·       Daun Kalinjuhang/jenjuang (tumbuhan berdaun panjang lebar berwarna merah),  
·       Tangkai pohon pepulut/setawar (tumbuh-tumbuhan berdaun tebal bercabang),
·       Daun Gandarusa (tumbuhan berdaun tipis berbentuk lonjong),
·       Daun ribu-ribu (Tumbuhan melata berdaun kecil bercanggah),
·        Daun Keduduk/Senduduk,
·       Daun sedingin, Daun ini bermakna akan memberikan kesejukan,ketengan dan kesehatan.
·        Pohon sembau dengan akarnya.
         ketujuh macam tumbuhan tersebut diatas mengandung filosofi suatu seruan atau do'a tanpa suara untuk kesempurnaan orang yang ditepung tawari. Ketujuh daun tersebut diikat dengan akar atau benang jadi satu berkas kecil sebagai rinjisan. Adapun filosofi dari bahan-bahan di atas adalah sebagai berikut :
·       Mangkuk putih berisi air putih bermakna kejernihan.
·       Beras atau bedak beras. Dibuat dari tepung beras yang diadun bersama larutan wewangian alami dari tumbuh-tumbuhan yang mempunyai makna sebagai pendingin, peneduh kalbu, dan kesuburan.
·       Limau purut yang diiris tipis, yang mempunyai makna sebagai pemberi kekuatan dan kesabaran sekaligus membersihkan.
Jadi, secara keseluruhan diartikan sebagai Keselamatan dan Kebahagiaan.
c. Perdupaan
Perdupaan dengan kemenyan atau setanggi yang dibakar mengandung filosofi pemujaan atau doa kepada Yang Maha Kuasa agar permintaan dimaksud dapat restu atau terkabul hendaknya. Perdupaan ini sangat jarang dilakukan pada upacara tepung tawar yang ada sekarang ini.
By : Hairina Wasliah